Skip to main content
PERJUANGAN Ayah Gendong Anak ke Sekolah selama 12 Tahun, Kini Fisik Melemah, Bagaimana Nasibnya?

PERJUANGAN Ayah Gendong Anak ke Sekolah selama 12 Tahun, Kini Fisik Melemah, Bagaimana Nasibnya?

PERJUANGAN Ayah Gendong Anak ke Sekolah selama 12 Tahun, Kini Fisik Melemah, Bagaimana Nasibnya?

Mai Ngoc Tuyet (57) masih ingat dengan jelas hari ketika Mai Khanh Tan, putranya, terbaring di ranjang rumah sakit.

Di dekat Tan ada obat-obatan, dan ventilator.

Ensefalitis Jepang hampir merenggut putra kecilnya.

Namun, sekarang, Tan telah menjadi pemuda berusia 21 tahun.

Tan adalah anak cerdas, berbakat, dan sangat berbakti.

Selama 12 tahun, Tuyet menggendong putranya ke sekolah agar Tan bisa mengejar mimpinya untuk menulis.

Dikutip dari saostar.vn pada Kamis (30/6/2022), ayah dan anak ini hidup di rumah sederhana di Bangsal 7, Vi Thanh, provinsi Hau Giang.

“Setiap tahun, dia menjadi murid yang berprestasi.

Halaman Selanjutnya

Tan tidak pernah berniat untuk putus sekolah.

Anak saya tidak bisa berjalan seperti orang lain, saya harus berusaha sebaik mungkin untuk memberinya bekal hidup,” kata Tuyet. dengan bangga.

Ketika Tan berusia 5 tahun, ia menghadapi "kematian pertama" karena ensefalitis Jepang.

Untuk merawat putranya, Tuyet membawanya ke semua rumah sakit, dari Hau Giang, Can Tho hingga Kota Ho Chi Minh.

Sungguh itu bukanlah masa yang mudah, Tuyet hanya bisa pasrah.

Tan akhirnya dipulangkan dari rumah sakit.

Namun, gejala sisa dari ensefalitis Jepang membuat kakinya berhenti berkembang.

Sejak itu dia tidak bisa lagi berjalan.

Lengan kirinya tidak bisa bergerak.

Semua aktivitas Tan harus bergantung pada ayahnya.

"Saya tumbuh dalam cinta ayah saya yang tak terbatas.

Ayah saya adalah orang yang memberi saya makan, membawa saya ke toilet, membawa saya ke sekolah setiap hari.

Ibu saya meninggalkan saya ketika saya masih kecil.

Kadang-kadang, saya mengasihani diri saya sendiri, tetapi ayah saya selalu mendorong saya untuk belajar keras," ujar Tan.

Tuyet adalah orang yang ringan tangan.

Tidak peduli apa yang diminta orang, dia akan melakukannya, tidak peduli seberapa sulit pekerjaannya.

Semua uang yang dia hasilkan digunakan untuk menyambung hidup.

Selama 12 tahun, tak peduli panas, hujan, cerah, lelah, sakit, sibu, Tuyet selalu menggendong anaknya ke sekolah.

Saat guru menutup pintu kelas, dia akan duduk dan menunggu di luar.

Melihat ayahnya yang menunggu di luar, ternyata jadi motivasi tersendiri bagi Tan.

Tan paling ingat saat kelas 2 SD.

Dia jatuh dan kakinya patah hingga tak bisa sekolah selama setahun.

Selama ini ayahnya selalu menyemangati Tan untuk berusaha belajar, pantang menyerah, karena belajar adalah pintu gerbang untuk membuka masa depan Tan yang lebih cerah.

Kini kaki Tuyet melemah selama bulan Mei, punggungnya juga lebih bungkuk.

Meski begitu, ia masih menggendong anaknuya yang telah dewasa.

Selama 12 tahun terakhir, Tuyet tidak pernah mengeluh kepada anaknya.

Baginya, hadiah yang paling berharga adalah anak yang rajin belajar.

Tan selalu ingin pergi ke sekolah, mencatat dan belajar dengan segala upaya.

Karena cerita menyentuh tersebut, banyak orang yang tergerak hatinya.

Mereka pun menghimpun dana untuk bapak-anak itu.

Kini mereka dikabarkan telah membeli motor untuk memudahkan pergerakan Tan.

Saldo yang tersisa di rekening Tan hampir Rp33 juta, cukup untuk menutupi biaya sekolahnya selama 2 tahun ke depan.

Halaman Awal