Skip to main content
Mertuanya Blak-blakan Ngaku Butuh Wartawan, Menantu Jokowi Ini Malah Didemo Jurnalis Selama 4 Hari Berturut-turut, Ternyata Begini Penyebabnya

Mertuanya Blak-blakan Ngaku Butuh Wartawan, Menantu Jokowi Ini Malah Didemo Jurnalis Selama 4 Hari Berturut-turut, Ternyata Begini Penyebabnya


Mertuanya blak-blakan ngaku butuh wartawan, menantu Jokowi ini malah didemo jurnalis selama 4 hari berturut-turut, ternyata begini penyebabnya. 

Presiden Joko Widodo atau Jokowi dikenal sebagai pribadi yang ramah dan murah senyum di depan kamera.

Jokowi pun merasa senang apabila dalam setiap kunjungan kerjanya dibuntuti oleh wartawan. 

Saat menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2020 yang digelar di Kawasan Perkantoran Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Banjarbaru, Sabtu (8/2/2020), Jokowi kembali menegaskan sikapnya tersebut.

Pada kesempatan tersebut, Jokowi bahkan merasa lebih dekat dengan wartawan dibanding menteri-menterinya.

Dalam acara yang turut dihadiri sejumlah duta besar negara sahabat, Jokowi menyebut bahwa insan pers merupakan pihak yang selalu ada dalam kesehariannya sebagai orang nomor satu di Indonesia.

"Ke mana pun saya pergi yang selalu ikut bersama saya adalah para wartawan. Menteri kadang-kadang enggak ikut, tetapi wartawan pasti ikut.

Yang mengejar saya sehari-hari, yang menghadang saya untuk doorstop, yang menyebabkan saya kadang-kadang gugup dan gagap karena enggak siap ditanya sesuatu juga insan pers," ucapnya disambut tawa hadirin.

"Jadi berhadapan dengan insan pers, saya itu bukan benci tetapi rindu. Selalu di hati dan selalu rindu," imbuh dia.

Kehadiran Jokowi ini dilakukan sebelum keberangkatannya menuju Canberra, Australia.

"Saya membelokkan perjalanan via Banjarmasin. Sekali lagi, ini adalah demi Hari Pers Nasional. Mengapa saya harus hadir? Karena insan pers adalah teman saya sehari-hari," kata dia.

Nah, berbeda dengan sikap mertuanya, menantu Jokowi ini malah seolah dimusuhi oleh jurnalis usai menjabat sebagai pemimpin daerah.

Sudah empat hari berturut-turut, puluhan jurnalis melakukan unjuk rasa damai ke kantor wali kota Medan.

Aksi massa mengatasnamakan Forum Jurnalis Medan (FJM) ini adalah protes terhadap dugaan intimidasi verbal dan penghalangan tugas jurnalis untuk mendapat informasi yang dinilai sebagai bentuk-bentuk pembungkaman terhadap kemerdekaan pers. 


Tudingan intimidasi itu dilakukan personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang bertugas di kantor wali kota kepada dua jurnalis yang sedang menunggu Wali Kota Medan Bobby Nasution untuk melakukan wawancara cegat (doorstop) pada Rabu (14/4/2021) sore.

Kedua jurnalis itu ingin melakukan konfirmasi soal tambahan penghasilan pegawai (TPP) staf administrasi di SMP se-Kota Medan yang sejak Januari belum diberikan. 

Kedua jurnalis muda ini menunggu di depan pintu masuk. Tak lama, personel Satpol PP mendatangi dan mengatakan tidak boleh melakukan wawancara kepada wali kota kalau tidak memiliki izin. 

Oknum tersebut bilang bahwa aturan ini sesuai arahan Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres). 

Tindakan personel pengamanan ini menuai protes pasca-video rekamannya viral.

Para jurnalis menuntut Bobby meminta maaf kepada seluruh wartawan secara terbuka dan mengevaluasi sistem pengamanan di Pemkot Medan dan dalam aktivitasnya sebagai wali kota Medan. 


“Bobby harus bertanggung jawab atas apa yang dilakukan anak buahnya. Ini evaluasi penting untuk Bobby sebagai wali kota Medan. Kami mengecam segala bentuk arogansi yang dilakukan oknum pengamanan, apalagi yang merintangi tugas wartawan,” kata koordinator aksi, Donny Aditra, Rabu (21/4/2021).

Menurutnya, penghalangan saat melakukan tugas peliputan melanggar Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

Pelaku bisa dikenai Pasal 18 ayat 1 UU Nomor 40 tahun 1999 yang menyebut setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat 2 dan ayat 3 dipidana penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.

Sampai hari keempat, Bobby terkesan enggan meminta maaf dan ogah menemui massa.

Namun, usai mengikuti rapat evaluasi pelaksanaan PPKM mikro di rumah dinas gubernur, Bobby sedikit menjawab tuntutan massa.


Dia berharap miskomunikasi dengan wartawan berakhir. Ia merasa bahwa selama ini selalu terbuka dengan setiap insan pers, tidak pernah menolak setiap doorstop.

Dia mengaku sudah membicarakan permasalahan ini dengan tiga organisasi pers dan sepakat bahwa persoalan ini selesai.

“Kalau teman-teman wartawan ingin melakukan doorstop di kantor wali kota, kita sudah sediakan tempatnya. Kita juga sediakan satu unit mobil Hiace untuk jurnalis yang ingin ikut meliput.

Ikuti saja saya, kalau sidak akan saya kasi tahu. Jika dari awal saya beri tahu, nanti nggak jadi sidaknya,” kata Bobby.

Ditanya apakah langkah yang diambilnya sudah cukup baik, Bobby membenarkan karena apa yang dikeluhkan langsung didengarkan dan dilaksanakan. 


“Begitu juga dengan pemerintah, apa yang jadi keluhan masyarakat, kita dengarkan dan temukan solusinya, lalu kita kerjakan,” ucapnya.

Terakhir, Bobby kembali menekankan agar persoalan miskomunikasi dengan jurnalis berakhir.

Alasannya, apa yang yang diinginkan wartawan, mulai permintaan doorstop, pengiriman jadwal kegiatan wali kota, termasuk kendaraan untuk melakukan peliputan.

Dia berharap hubungan dengan rekan-rekan wartawan lebih erat lagi supaya terbangun kolaborasi yang kuat untuk memajukan Kota Medan. 

"Peran wartawan sangat penting dalam mendukung seluruh program pembangunan yang dilakukan Pemkot Medan, terutama lima program prioritas yakni kesehatan, kebersihan, infrastruktur, penanganan banjir serta penataan heritage," kata Bobby.



(*)